Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perdagangan Manusia di Balik Geliat Industri Pariwisata


JARILANGIT.COM - Untuk menggenjot sektor pariwisata, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan.

Ketua YPNI (Yayasan Putra Nasional Indonesia), Pamriadi mengatakan, bebas visa dapat menimbulkan risiko tersendiri bagi keamanan warga lokal di lokasi pariwisata. Karena akan mengundang arus besar wisatawan “nakal” memanfaatkan kebijakan ini.

“Ini banyak modus baru yang dilakukan oleh orang luar dalam rangka memperdagangkan manusia, baik perempuan maupun anak Indonesia,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta Pusat, Selasa (9/7).

“Salah satu contoh modus yang dilakukan terakhir adalah warga pribumi Indonesia di bawa ke Cina dan ternyata di sana dijual,” imbuhnya.

Yayasannya juga menemukan kasus perdagangan manusia rawan terjadi di daerah perbatasan seperti di Kalimantan Barat. Umumnya, warga negara asing di sana membawa wanita setempat ke Hongkong, Taiwan atau ke Cina untuk dijual.

Dia meminta antar kementerian menguatkan koordinasi agar kasus perdagangan manusia bisa dicegah, khusunya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pariwisata, Kementerian Sosial dan Kementerian Tenaga Kerja. (edt/INI)

Perempuan WNI menjadi korban penyelundupan manusia ke Cina dengan modus pernikahan

Suara seorang perempuan menggema dari sebuah telepon seluler. Nadanya terdengar meratap.

"Saya ingin memberitahukan bahwa saya di Cina diperlakukan dengan sangat tidak layak. Suami memukul saya, menampar saya sampai memar-memar, sampai kepala saya dibacok. Lima bulan saya diperlakukan tidak baik di sini, sampai saya juga tidak bisa bertahan"

"Tolong saya, saya sangat menderita di sini. Saya ingin pulang, saya mohon. Saya di sini seperti hewan layaknya, bukan diperlakukan seperti manusia. Tolong siapapun yang mendengar ini."

Kisah LL diawali kunjungan seorang perempuan tak dikenal ke rumah orang tuanya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Januari 2018, jelang tengah malam.

Perempuan yang memperkenalkan diri sebagai Vivi itu datang bersama seorang pria warga negara Cina.

Kunjungan itu hanya berlangsung sekitar 30 menit. Namun, dalam pertemuan singkat tersebut terjadi perjodohan antara LL dengan pria asing tersebut.

LL diiming-imingi uang bulanan sebesar Rp3 juta, pulang kampung setiap tiga bulan sekali, dan diperbolehkan membawa keluarga ke Cina. Itu belum termasuk uang mahar senilai Rp5 juta.

Uang tersebut diserahkan pria Cina itu kepada IS, ibu LL. Belakangan, Polda Jawa Barat menetapkan Vivi dan pria tersebut sebagai tersangka pelaku perdagangan orang dengan modus perjodohan.

Setelah menikah, dia tinggal bersama suaminya di Desa Weijahe, Kota Taihu Anging, Provinsi Anhui, Cina.

Awalnya semua berjalan sesuai janji. Bahkan, LL mengaku sempat mengirim uang ke orangtuanya sebesar Rp10 juta. Namun itu semua tak berlangsung lama.

Alih-alih pulang kampung secara rutin seperti yang dijanjikan, LL mengklaim dirinya disekap, disiksa, diberi makan yang tidak layak, dan dilecehkan secara seksual oleh suaminya.

Karena tidak tahan, LL kabur dengan meloncat dari lantai 2 rumah suaminya, hingga kakinya patah. (bbc)


Sumber https://www.jarilangit.com

Posting Komentar untuk "Perdagangan Manusia di Balik Geliat Industri Pariwisata"