Naskah Khotbah Jumat: Islam Dan Kesepakatan Muslim
Naskah Khotbah Jumat: Islam dan Komitmen Muslim
Islam ialah penyerahan diri. Penyerahan diri ialah keyakinan. Keyakinan ialah pembenaran. Pembenaran ialah ikrar. Ikrar ialah pelaksanaan. Dan pelaksanaan ialah amal perbuatan (Ali bin Abi Thalib, dari Mutiara Nahjul Balaghah).
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Sejak kapan kita menjadi seorang Muslim? Mengapa menentukan Islam sebagai anutan hidup?
Pertanyaan tersebut akan gampang kita jawab jikalau kita seorang mualaf, atau seorang convert dari agama lain ke Islam. Sulit menjawabnya jikalau kita sudah "jadi Muslim" semenjak lahir, dalam arti "Muslim turunan".
Secara lahiriah, seseorang "resmi" menjadi Muslim saat ia mengucapkan dua kalimat syahadat, bersaksi bawah sesungguhnya tidak ada Tuhan --yang patut disembah-- selain Allah SWT dan bergotong-royong Muhammad yaitu utusan-Nya (asy-hadu an-laa ilaaha illallaah wa asy-hadu anna Muhammadan rasulullah).
Orang yang lahir dan hidup di sebuah keluarga Muslim, lazimnya semenjak kecil ia sudah berguru mengucapkan kalimat syahadat, di daerah pengajian semacam madrasah diniyah, Taman Kanak-kanak Islam, atau saat berguru shalat. Dan itu dilakukan, tentu saja, "di luar kesadaran".
"Muslim turunan" mungkin akan sulit menentukan kapan ia mengucapkan kalimat syahadat untuk pertama kalinya, dengan penuh kesadaran dan keyakinan, bahwa Allah yaitu Tuhannya dan meyakini Muhammad sebagai nabi dan utusan-Nya yang mendakwahkan risalah Islam.
Kini, anggaplah tidak menjadi duduk kasus apakah kita seorang convert atau "Muslim turunan". Masalah utama menjadi jadwal perenungan kita yaitu sejauh manakah kemusliman kita telah kita tunjukkan dalam bentuk amal Islami. Sudahkah kita menjadi Muslim yang benar-benar "menyerahkan diri" pada kehendak Allah yang tercermin dalam alam perbuatan.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Secara ideal, seseorang yang mengaku Muslim, dirinya telah benar-benar ter-shibghah (tercelup) kedalam "celupan Allah", yakni syariat Islam. Sehingga, segala sikap kesehariannya berpedoman pada aliran Islam, setiap gerak langkah dan perbuatannya "dikendalikan" oleh syariat Islam.
Tentu saja, untuk mencapai kondisi ideal ibarat itu, seorang Muslim pertama-tama, sehabis ia mengimani syariat Islam sebagai pedoman hidup, yaitu meraih sebanyak-banyaknya pengetahuan wacana Islam untuk lalu diamalkannya. Jadi, menuntut ilmu yaitu hal mutlak diperlukan.
Ada banyak jalan untuk mendapat ilmu atau pengetahuan wacana Islam. Tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak berguru dan mendalami aliran agamanya.
Al-Quran sudah mengisyaratkan kewajiban menuntut ilmu itu dengan menyampaikan bahwa insan dilengkapi dengan alat pendengar, alat penglihatan, dan "rasa" (fuadah).
Pada kala isu kini, media massa cetak maupun elektronik banyak menyajikan isu Islam. Mesjid-mesjid dan majelis-majelis taklim bertebaran di mana-mana dengan segala acara Islamnya. Sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan: mana sempat....!
Islam tidak membenarkan seorang Muslim menjalankan Islam setengah-setangah (parsial). Misalnya, dalam menjalankan ibadah ritual ia menyembah Allah SWT atau sesuai dengan tuntunan Islam ibarat shalat dan puasa, namun saat berpraktik ekonomi dan politik ia mengikuti sistem ekonomi dan politik non-Islam.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan bisa istiqamah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada aliran Islam dalam sikap kesehariannya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, saya beriman pada Allah, lalu beristiqamahlah!). Istiqamah merupakan istilah lain untuk merujuk pada pelaksanaan Islam secara menyeluruh (kaffah).
Dalam bukunya, Kuliah Al-Islam (1992), H. Endang Saifuddin Anshari, M.A. merujuk pada Q.S. al-'Ashr (103):1-3 untuk membuktikan bagaimana seorang Muslim menawarkan komitmennya terhadap Islam. Berdasarkan ayat-ayat dalam surat tersebut, seorang Muslim haruslah (1) mengimani Islam, (2) mengilmui Islam, (3) mengamalkan Islam, (4) mendakwahkan Islam, dan (5) shabar dalam berislam.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Islam yaitu agama yang bersifat universal. Islam berlaku bagi seluruh insan di semua daerah dan pada segala zaman. Ajarannya meliputi semua aspek kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya urusan politik.
Berbeda dengan para nabi dan rasul sebelumnya yang diutus membawa aliran Allah SWT untuk kaum/bangsa dan masa tertentu, contohnya Nabi Shaleh untuk Kaum Tsamud (Q.S. 27:45) dan Nabi Isa untuk Bani Israil (Q.S. 61:6), Muhammad Saw diutus bukan untuk kaum tertentu, melainkan untuk seluruh umat insan dan berlaku sepanjang masa (Q.S. 7:158, Q.S. 21:107, Q.S. 34:28).
Karena diperuntukkan bagi semua umat insan di semua daerah dan pada segala zaman, maka aliran Islam meliputi semua aspek kehidupan umat insan dan mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua daerah dan semua zaman.
Islam bukanlah agama dalam pengertian Barat atau dalam pandangan kaum sekuler, yakni hanya mengajarkan wacana kekerabatan insan dengan Tuhan (ritual, ibadah mahdhah).
Islam yaitu aliran agama yang tepat dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur bagaimana insan bekerjasama atau beribadah secara vertikal dengan Tuhan, tetapi juga berisikan aliran wacana kekerabatan insan dengan sesamanya dan alam sekitarnya.
Sebagai agama universal, Islam sama sekali tidak mengabaikan kasus politik. Tidak dikenal dikotomi Islam-politik. Syekh Mohammad Iqbal dalam bukunya Misi Islam (1992) mengatakan, "Muhammad Saw mengemukakan politik dan agama sebagai satu kesatuan, dengan kedaulatan Tuhan sebagai prinsip mendasar negara".
Tidak heran jikalau seorang orientalis kondang, H.A.R Gibb, mengatakan, "Islam is indeed much more than a system of teology, it is a complete civilization" (Islam benar-benar lebih dari sekadar sebuah sistem ketuhanan, ia yaitu sebuah peradaban yang lengkap).
Hal senada dikemukakan seorang pengamat Barat, G.H. Jansen, dalam bukunya Islam Militan (1980).
Menurutnya, Islam bukanlah sekadar agama, tetapi suatu cara hidup total meliputi agamawi dan duniawi. Islam itu suatu sistem keyakinan dan sistem peribadatan. Ia yaitu suatu sistem aturan yang luas dan menyeluruh.
Al-Quran sendiri, sebagai sumber aliran Islam yang utama, menyampaikan tidak melupakan suatu hal pun dan ia menjelaskan segala-galanya.
"Tidak kami lupakan suatu apa pun dalam kitab (al-Quran) itu" (Q.S. 6:38). "Dan Kami turunkan kitab (al-Quran) itu untuk menjelaskan segala-galanya" (Q.S. 16:89).*
Sumber http://muslimbuzzers.blogspot.com
Islam ialah penyerahan diri. Penyerahan diri ialah keyakinan. Keyakinan ialah pembenaran. Pembenaran ialah ikrar. Ikrar ialah pelaksanaan. Dan pelaksanaan ialah amal perbuatan (Ali bin Abi Thalib, dari Mutiara Nahjul Balaghah).
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Sejak kapan kita menjadi seorang Muslim? Mengapa menentukan Islam sebagai anutan hidup?
Pertanyaan tersebut akan gampang kita jawab jikalau kita seorang mualaf, atau seorang convert dari agama lain ke Islam. Sulit menjawabnya jikalau kita sudah "jadi Muslim" semenjak lahir, dalam arti "Muslim turunan".
Secara lahiriah, seseorang "resmi" menjadi Muslim saat ia mengucapkan dua kalimat syahadat, bersaksi bawah sesungguhnya tidak ada Tuhan --yang patut disembah-- selain Allah SWT dan bergotong-royong Muhammad yaitu utusan-Nya (asy-hadu an-laa ilaaha illallaah wa asy-hadu anna Muhammadan rasulullah).
Orang yang lahir dan hidup di sebuah keluarga Muslim, lazimnya semenjak kecil ia sudah berguru mengucapkan kalimat syahadat, di daerah pengajian semacam madrasah diniyah, Taman Kanak-kanak Islam, atau saat berguru shalat. Dan itu dilakukan, tentu saja, "di luar kesadaran".
"Muslim turunan" mungkin akan sulit menentukan kapan ia mengucapkan kalimat syahadat untuk pertama kalinya, dengan penuh kesadaran dan keyakinan, bahwa Allah yaitu Tuhannya dan meyakini Muhammad sebagai nabi dan utusan-Nya yang mendakwahkan risalah Islam.
Kini, anggaplah tidak menjadi duduk kasus apakah kita seorang convert atau "Muslim turunan". Masalah utama menjadi jadwal perenungan kita yaitu sejauh manakah kemusliman kita telah kita tunjukkan dalam bentuk amal Islami. Sudahkah kita menjadi Muslim yang benar-benar "menyerahkan diri" pada kehendak Allah yang tercermin dalam alam perbuatan.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Secara ideal, seseorang yang mengaku Muslim, dirinya telah benar-benar ter-shibghah (tercelup) kedalam "celupan Allah", yakni syariat Islam. Sehingga, segala sikap kesehariannya berpedoman pada aliran Islam, setiap gerak langkah dan perbuatannya "dikendalikan" oleh syariat Islam.
Tentu saja, untuk mencapai kondisi ideal ibarat itu, seorang Muslim pertama-tama, sehabis ia mengimani syariat Islam sebagai pedoman hidup, yaitu meraih sebanyak-banyaknya pengetahuan wacana Islam untuk lalu diamalkannya. Jadi, menuntut ilmu yaitu hal mutlak diperlukan.
Ada banyak jalan untuk mendapat ilmu atau pengetahuan wacana Islam. Tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak berguru dan mendalami aliran agamanya.
Al-Quran sudah mengisyaratkan kewajiban menuntut ilmu itu dengan menyampaikan bahwa insan dilengkapi dengan alat pendengar, alat penglihatan, dan "rasa" (fuadah).
Pada kala isu kini, media massa cetak maupun elektronik banyak menyajikan isu Islam. Mesjid-mesjid dan majelis-majelis taklim bertebaran di mana-mana dengan segala acara Islamnya. Sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan: mana sempat....!
Islam tidak membenarkan seorang Muslim menjalankan Islam setengah-setangah (parsial). Misalnya, dalam menjalankan ibadah ritual ia menyembah Allah SWT atau sesuai dengan tuntunan Islam ibarat shalat dan puasa, namun saat berpraktik ekonomi dan politik ia mengikuti sistem ekonomi dan politik non-Islam.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan bisa istiqamah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada aliran Islam dalam sikap kesehariannya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, saya beriman pada Allah, lalu beristiqamahlah!). Istiqamah merupakan istilah lain untuk merujuk pada pelaksanaan Islam secara menyeluruh (kaffah).
Dalam bukunya, Kuliah Al-Islam (1992), H. Endang Saifuddin Anshari, M.A. merujuk pada Q.S. al-'Ashr (103):1-3 untuk membuktikan bagaimana seorang Muslim menawarkan komitmennya terhadap Islam. Berdasarkan ayat-ayat dalam surat tersebut, seorang Muslim haruslah (1) mengimani Islam, (2) mengilmui Islam, (3) mengamalkan Islam, (4) mendakwahkan Islam, dan (5) shabar dalam berislam.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Islam yaitu agama yang bersifat universal. Islam berlaku bagi seluruh insan di semua daerah dan pada segala zaman. Ajarannya meliputi semua aspek kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya urusan politik.
Berbeda dengan para nabi dan rasul sebelumnya yang diutus membawa aliran Allah SWT untuk kaum/bangsa dan masa tertentu, contohnya Nabi Shaleh untuk Kaum Tsamud (Q.S. 27:45) dan Nabi Isa untuk Bani Israil (Q.S. 61:6), Muhammad Saw diutus bukan untuk kaum tertentu, melainkan untuk seluruh umat insan dan berlaku sepanjang masa (Q.S. 7:158, Q.S. 21:107, Q.S. 34:28).
Karena diperuntukkan bagi semua umat insan di semua daerah dan pada segala zaman, maka aliran Islam meliputi semua aspek kehidupan umat insan dan mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua daerah dan semua zaman.
Islam bukanlah agama dalam pengertian Barat atau dalam pandangan kaum sekuler, yakni hanya mengajarkan wacana kekerabatan insan dengan Tuhan (ritual, ibadah mahdhah).
Islam yaitu aliran agama yang tepat dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur bagaimana insan bekerjasama atau beribadah secara vertikal dengan Tuhan, tetapi juga berisikan aliran wacana kekerabatan insan dengan sesamanya dan alam sekitarnya.
Sebagai agama universal, Islam sama sekali tidak mengabaikan kasus politik. Tidak dikenal dikotomi Islam-politik. Syekh Mohammad Iqbal dalam bukunya Misi Islam (1992) mengatakan, "Muhammad Saw mengemukakan politik dan agama sebagai satu kesatuan, dengan kedaulatan Tuhan sebagai prinsip mendasar negara".
Tidak heran jikalau seorang orientalis kondang, H.A.R Gibb, mengatakan, "Islam is indeed much more than a system of teology, it is a complete civilization" (Islam benar-benar lebih dari sekadar sebuah sistem ketuhanan, ia yaitu sebuah peradaban yang lengkap).
Hal senada dikemukakan seorang pengamat Barat, G.H. Jansen, dalam bukunya Islam Militan (1980).
Menurutnya, Islam bukanlah sekadar agama, tetapi suatu cara hidup total meliputi agamawi dan duniawi. Islam itu suatu sistem keyakinan dan sistem peribadatan. Ia yaitu suatu sistem aturan yang luas dan menyeluruh.
Al-Quran sendiri, sebagai sumber aliran Islam yang utama, menyampaikan tidak melupakan suatu hal pun dan ia menjelaskan segala-galanya.
"Tidak kami lupakan suatu apa pun dalam kitab (al-Quran) itu" (Q.S. 6:38). "Dan Kami turunkan kitab (al-Quran) itu untuk menjelaskan segala-galanya" (Q.S. 16:89).*
Sumber http://muslimbuzzers.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Naskah Khotbah Jumat: Islam Dan Kesepakatan Muslim"